doc. makalah pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Berbicara tentang Filsafat Pendidikan Islam yang tidak terlepas dari pembahasan filsafat, pada hakikatnya filsafat dimiliki pada setiap orang walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Sedangkan Pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia.  Menurut islam pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup, semenjak dari buaian hingga ajal datang.
Kedudukan tersebut secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life) salah satu fungsi sosial (a social function) sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as means of growth), yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup, lewat transmisi baik dalam bentuk informal, maupun nonformal. Bahkan lebih jauh Lodge mengatakan bahwa : Pendidikan dan proses hidup dan kehidupan manusia itu berjalan serentak, tidak terpisah satu sama yang lain.
Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup dan berproses sejalan dengan dinamikanya hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai akibat logisnya maka pendidikan senantiasa mengandung pemikiran dan kajian, baik secara konseptual maupun operasionalnya, sehingga diperoleh relefansi dan kemampuan menjawab tantangan serta memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.
Pemikiran dan kajian tentang pendidikan dilakukan oleh para ahli dalam berbagai sudut tinjauan dan disiplin ilmu seperti agama, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, sejarah, dan antropologi. Sudut tinjauan ini menyebabkan lahirnya cabang ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya, yaitu pendidikan agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi pendidikan, politik pendidikan dan sebagainya.[1]
Maka dari itu sangat diperluhkan untuk mempelajari tentang hakikat dan pengertian filsafat pendidikan Islam serta seperti apa ruang lingkup filsafat pendidikan islam guna untuk menambah wawasan mengenai perihal tersebut.

B.             Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang maka kami menarik beberapa rumusan masalah yang patut untuk diperbincangkan, diantaranya:
1.      Tasawwur dari filsafat pendidikan islam?
2.      Ruang lingkup filsafat pendidikan islam?
3.      Fungsi dan urgensi filsafat pendidikan islam

C.             Tujuan dan Keguanaan
1.      Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam dan Ruang lingkup Filsafat Pendidikan .
2.      Kegunaan
Ketika kita telah mempelajari materi tersebut maka kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari


BAB II
PEMBAHASAN

A.            Tasawwur Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.[2] Dengan demikian, filsafat berarti cinta, cinta terhadap ilmu atau hikmah.[3]
Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Selain itu secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta, cinta terhadap ilmu atau hikmah.[4]
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[5]
Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika). Sedangkan objek filsafat bisa dibedakan menjadi dua yaitu :
1.    Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik material konkret-phisiks maupun nonmaterial abstrak-psikis, termasuk juga pengertian abstrak logis, konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian objek filsafat tidak terbatas, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
2.    Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala sesuatu guna mengerti hakikatnya dengan sedalam-dalamnya; atau mengerti objek material secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu secara mendalam, mengetahui segala sesuatu secara mendasar.[6]
Pendidikan secara harfiah berasal kata didik, yang mendapat awalan pen akhiran an. berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Kata lain ditemukan peng(ajar)an berarti cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengejarkan. Kata lain yang serumpun adalah mengajar berarti memberi pengetahuan atau pelajaran. Kata pendidikan berarti education (inggris), kata pengajaran berarti teaching (inggris). Pengertian dalam bahasa Arab kata pendidikan (Tarbiyah) – pengajaran (Ta’lim) yang berasal dari ‘allama dan rabba. Dalam hal ini kata tarbiyyah lebih luas konotasinya yang berarti memelihara, membesarkan, medidik sekaligus bermakna mengajar (‘allama). Terdapat pula kata ta’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti susunan.
Dari segi bahasa Arab kata Islam dari salima (kemudian menjadi aslama), kata Islam berasal dari isim masdar (infinitif) yang berarti berserah diri, selamat sentosa atau memelihara diri dalam keadaan selamat. Yakni dengan sikap seseorang untuk taat, patuh, tunduk dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT; sebagaimana seseorang bias disebut Muslim. Selanjutnya Allah SWT memakai kata Islam sebagai nama salah satu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan-Nya kepada manusia melalui Muhammad SAW (sebagai Rasul-Nya). Sebagai agama Islam diakui memiliki ajaran yang komprehensif (al-Qur’an) dibandingkan dengan agama-agama lain yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya.
Terhadap pengertian filsafat al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.[7] Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Kemudian tentang pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin Arifin mengatakan pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan pada ajaran-ajaran agama Islam tentang hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia (Muslim) yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Secara sistematikanya menyangkut subyek-obyek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya.[8] Mengenai dasar-dasar filsafat yang meliputi pemikiran radikal dan universal menurut Ahmad D Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Adapun komentar mengenai radikal dan universal bukan berarti tanpa batas, tidak ada di dunia ini yang disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan sesuatu itu tanpa batas, kita telah membatasi sesuatu itu. Dalam artian, apabila seorang Islam yang telah meyakini isi keimanannya, akan mengetahui di mana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan.
Dari uraian di atas kiranya dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber primer, serta pendapat para ahli (khususnya para filosof Muslim) sebagai sumber skunder.
Dalam mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan. Pemikiran falsafah pada hakikatnya adalah usaha menggerakkan semua potensi psikologis manusia seperti pemikiran, kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan tentang gejala kehidupan terutama manusia dan alam sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan.[9] Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Dalam filsafat Islam juga akan mengkaji tiga pijakan yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.             Ontologi
Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada manusia dan alam (the creature of God). Sebagai pencipta, Tuhan telah mengatur alam ciptaan-Nya. Pendidikan berpijak dari human sebagai dasar perkembangan dalam pendidikan. Seluruh aktivitas hidup dan kehidupan manusia adalah transformasi pendidikan.
            Yang menjadi dasar kajian filsafat pendidikan Islam di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam wahyu mengenai pencipta, ciptaan-Nya, hubungan antara ciptaan dan pencipta, hubungan antara sesama ciptaan-Nya dan utusan yang menyampaikan risalah (rasul).
2.             Epistemologi
               Landasan ini merupakan dasar ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits. Dari kedua sumber itulah muncul pemikiran-pemikiran terkait masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspeknya termasuk filsafat pendidikan. Apa yang tercantum dalam al-Quran dan al-Hadits merupakan dasar dari filsafat pendidikan Islam.  Hal ini pada dasarnya selaras dengan hasil pemikiran para filosof Barat, karena akal sehat tidak akan bertentangan dengan wahyu. Jika terjadi ketidakcocokan berarti itu bukan karena kesalahan wahyu itu, namun itu adalah hasil pikiran yang belum mampu menjangkau apa yang dimaksudkan oleh landasan tersebut.
3.             Aksiologi
                 Yang tidak kalah pentingnya adalah kandungan nilainya dalam bidang pendidikan. Ada tiga hal yang menjadi nilai dari filsafat pendidikan Islam yaitu:
a.      Keyakinan bahwa akhlak termasuk makna yang terpenting dalam hidup, akhlak di sini tidak hanya sebatas hubungan antara manusia, namun lebih luas lagi sampai kepada hubungan manusia dengan segala yang ada, bahkan antara hamba dan Tuhan.
b.      Meyakini bahwa akhlak adalah sikap atau kebiasaan yang terdapat dalam jiwa manusia yang merupakan sumber perbuatan-perbuatan yang lahir secara mudah.
c.       Keyakinan bahwa akhlak islami yang berdasar syari’at yang ditunjukkan oleh berbagai teks keagamaan serta diaktualkan oleh para ulama merupakan akhlak yang mulia.
              Bertolak dari tiga kajian di atas, yaitu ontologi, epistemolog, dan aksiologi dari pendidikan Islam, setidaknya kita telah memiliki pengetahuan, pandangan dan arah atas ruang lingkup yang akan dilakukan oleh filsafat pendidikan Islam tersebut.

B.             Tujuan Fungsi dan Urgensi Filsafat Pendidikan Islam
a.    Macam-macam tujuan Filsafat Pendidikan Islam yaitu :
1.      Tujuan umum : ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik. An Nahlawy menunjukkan empat tujuan umum dalam pendidikan Islam yaitu :
1)        Pendidikan akal dan persiapan pikiran.
2)        Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak-anak.
3)        Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik laki-laki maupun perempuan.
4)        Berusaha untuk menyumbangkan segala potensi-potensi dan bakat-bakat manusia.
2.      Tujuan akhir/ Tertinggi : yaitu terwujudnya ”insan kamil” (manusia paripurna).
Menurut Al Abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi :
a.      Pembinaan akhlak.
b.      Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat.
c.       Penguasaan ilmu.
d.      Keterampilan bekerja dalam masyarakat.
Menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi:
a.      Tujuan keagamaan.
b.      Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
c.       Tujuan pengajaran kebudayaan.
d.      Tujuan pembicaraan kepribadian.
Bila tujuan pendidikan seperti apa yang disampaikan oleh Asma Hasan al Fahmi dan Munir Mursi, maka tujuan pendidikan adalah pengembangan akal dan akhlak yang dalam akhirnya dipakai untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 : “Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”. Jadi ”insan kamil yang mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah inilah merupakan tujuan  akhir dari pendidikan Islam.”
3.      Tujuan Sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Atau tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Maksudnya yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.
4.      Tujuan Operasional yaitu tujuan praktis yang dicapai melalui kegiatan pendidikan tertentu
   Dalam pembahasan yang sama Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam juga telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha” yaitu :
1)      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2)      Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3)      Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4)      Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5)      Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.[10]
b.   Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam berfungsi sebagai peletak dasar bagi kerangka pendidikan yang akan berfungsi sebagai cara untuk mengaplikasikan ajaran agama Islam di bidang pendidikan, dengan tujuan yang identik dengan tujuan yang akan dicapai ajaran Islam itu sendiri.
Dua sasaran pokok yang juga termuat dalam tujuan filsafat pendidikan Islam adalah meletakkan dasar pemikiran sistem pendidikan yang berdimensi ganda. Dimensi pertama adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Dimensi kedua berhubungan dengan fitrah kejadian manusia yaitu sebagai pengabdi Allah yang setia.[11]
c.    Urgensi Filsafat Pendidikan Islam
Pendidikan tidak akan tumbuh, berkembang dan selaras dalam bidang kemajuan selagi tidak bersandar pada pemikiran filsafat yang selalu disertai dengan perubahan pembaharuan dalam dunia yang selalu bertarung dengan ilmu dan teknologi.
Sedangkan secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yagn dihadapi oleh pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan Islam:
a.       Pertama-tama Filsafat Pendidikan Islam akan menunjukkan problema yang akan dihadapi pendidikan Islam, sbagai hasil dari pemikiran yang mendalam, dan berusaha untuk memahami duduk masalahnya
b.       Filsafat Pendidikan Islam dapat memberikan pandangan tertentu tentang manusia (menurut Islam). Pandangan tentang hakikat manusia tersebut berkaitan dengan tujuan pendidikan menurut Islam. Filsafat Pendidikan dapat berperan untuk menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam tersbut, dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional. Dan tujuan yang operasional ini berperan untuk megnarahkan secara nyata gerak dan aktivitas pelaksanaan pendidikan.
c.       Filsafat Pendidikan Islam dengan analisanya terhadap hakekat manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan
d.       Filsafat Pendidikan Islam, dalam analisanya terhadap masalah-masalah Pendidikan Islam masa kini yang dihadapinya, akan memberikan informasi apakah proses pendidikan Islam yang ideal atau tidak, dapat menjerumuskan dimana letak kelemahannya, dan dengan demikian bisa memberikan alternatif-alternatif perbaikan dan pengembangannya.[12]
Hubungan pendidikan dan filsafat adalah suatu keharusan, karena filsafat itu sendiri sebagai teori dasar, konsep umum, pedoman dan kompas kemana seharusnya pendidikan itu adalah hasil dari penerapan tentang teori filsafat yagn telah direncanakan dengan matang, mendalam an kritis tentang tujuan yang diharapkan.
Tujuan filsafat pendidikan pada hakekatnya identik dengan tujuan ajaran Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al Qur'an dan hadits. Filsafat pendidikan Islam berperan ke dua arah yaitu pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan Islam, yang secara otomatis akan menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu pendidikan Islam, dan kedua ke arah perbaikan dan pembaharuan praktek dan pelaksanaan pendidikan Islam (peranan teoritis dan praktis).
C.             Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan  dalam pekerjaan mendidik. Asal kata “metode” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”.
Filsafat islam dalam memecahkan problema pendidikan islam Selain yang telah disebutkan diatas juga dapat menggunakan metode-metode antara lain :
1.         Metode spekulatif dan kontemplatif yang merupakan metode utama dalam setiap cabang filsafat. Dalam sistem filsafat Islam disebut tafakkur. Baik Kontemplatif maupun tafakur, adalah berpikir secara mendalam dan dalam situasi yang tenang, sunyi untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.
2.         Pendekatan normatif, Norma artinya nilai, juga berarti aturan-aturan atau hukum-hukum. Norma menunjukkan keteraturan suatu sistem, nilai juga menunjukkan baik buruk, berguna tidak bergunanya suatu. Pendekatan normatif dimaksudkan adalah mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata. Dalam filsafat Islam bisa disebut sebagai pendekatan Syar’iyah, yaitu mencari ketentuan dan menetapkan tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh menurut syari’at Islam.
3.         Analisa Konsep. Yang juga disebut sebagai analisa bahasa. Konsep berarti tangkapan atau pengertian terhadap sesuatu obyek. Pengertian seseorang selalu berkaitan dengan bahasa, sebagai alat untuk menangkapkan pengertian tersebut. Sebagai contoh analisis bahasa ialah berusaha memahami terminologi fitrah, apakan sama dengan “bakat, naluri atau kemampuan dasar atau desposisi”, sedangkan analisis konsep, misalnya memahami definisi: “tujuan pendidikan adalah untuk membentuk warga negara yang baik”, dan sebagainya. Konsep seseorang tentang sesuatu objek berbeda antara satu dengan lainnya, dan konsep ini dibatasi oleh tempat dan waktu. Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi adalah juga menggunakan bahasa manusia, yang berarti juga merupakan kumpulan dari konsep-konsep yang bisa dimengerti oleh manusia.
4.         Pendekatan Historis, Historis artinya sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu. Suatu kejadian atau peristiwa dalam pandangan kesejarahan terjadi karena hubungan sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting situasi kondisi dan waktunya sendiri-sendiri. Dalam sistem pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (peristiwa sejarah) yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi peristiwa sejarah berguna untuk memberikan petunjuk dalam membina masa depan. Dalam sistem filsafat Islam, penggunaan sunah Nabi SAW sebagai sumber hukum, penelitian-penelian akan hadits-hadits yang menghasilkan pemisahan antara hadits shahih dan hadits palsu, pada hakekatnya merupakan contoh praktis dari penggunaan analisa historis dalam filsafat pendidikan Islam.
5.         Pendekatan Ilmiah, Terhadap masalah aktual yang pada hakikatnya merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari pola berpikir rasional, empiris, dan eksperimental yang telah berkembang pada masa jayanya filsafat dalam Islam. Pendekatan ini tidak lain merupakan realisasi dari ayat Al-Qur’an:
Artinya:            Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendirilah yang berusaha untuk mengubahnya… (QS.Ar-Ra’du : 11)
Usaha mengubah keadaan atau nasib, tidak mungkin bisa terlaksanan kalau seseorang tidak memahami permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapinya. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan atau nasib tersebut, dan ini adalah merupakan problema pokok filsafat pendidikan Islam masa sekarang.
Prihal yang menyangkut metode pengembangan filsafat pendidikan Islam yang berhubungan erat dengan akselerasi penunjuk operasional dan teknis mengembangkan ilmu, yang semestinya didukung dengan penguasaan metode baik secara teoritis maupun praktis untuk tampil sebagai mujtahid atau pemikir dan keilmuan. Asumsi yang terbangun bahwasannya karya Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani (Falsafah Pendidikan Islam) yang tidak membahas metode tersebut. Apalagi mencukupkan sumber analisa hanya pada Plato dan Aritoteles-isme, padahal sefaham dengan para filosof Muslim (al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan yang sealiran dengannya). Kuat kemungkinannya ia terperangkap oleh missi dan strategi Barat yang mensupremasi dalam segala bidang.
Tentang metode pengembangan filsafat pendidikan Islam selain 5 bahasan yang telah dipaparkan sebelumnya juga paling tidak bersumber pada 4 hal, yakni:
(1)        Bahan tertulis (tekstual) al-Qur’an, al-Hadits dan pendapat pendahulu yang baik “salafus saleh”– bahan empiris, yakni dalam praktek kependidikan (kontekstual);
(2)        Metode pencarian bahan; khusus untuk bahan dari al-Qur’an dan al-Hadits bisa melalui “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Karim” karya Muhammad Fuad Abd al-Baqi atau “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Hadits” karya Weinsink, dan bahan teoritis kepustakaan serta bahan teoritis lapangan;
(3)        Metode pembahasan (penyajian); bisa dengan cara berpikir yang menganalisa fakta-fakta yang bersifat khusus terlebihdahulu selanjutnya dipakai untuk bahan penarikan kesimpulan yang bersifat umum (induktif); atau cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat khusus (deduksi); dan
(4)        Pendekatan (approach); pendekatan sangat diperlukan dalam sebuah analisa, yang bisa dikategorikan sebagai cara pandang (paradigm) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
Adapun yang dikembangkan dan dikaji masalah filsafat pendidikan Islam, maka pendekatan yang harus digunakan adalah perpaduan dari ketiga disiplin ilmu tersebut, yaitu: filsafat, ilmu pendidikan dan ilmu ke islam an. sebagaimana uraian terdahulu, yakni sebuah kajian tentang pendidikan yang radikal, logis, sistematis dan universal. Namun cirri-ciri dari berfikir filosofis ini dibatasi dengan ketentuan ajaran Islam.

BAB III
PENUTUP
A.            KESIMPULAN
Secara umum kesimpulan dari filsafat pendidikan Islam adalah suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber primer, serta pendapat para ahli (khususnya para filosof Muslim) sebagai sumber skunder. Sedangkan ruang lingkup Filsafat pendidikan Islam dapat disebutkan:
1. Tujuan Pendidikan Islam
2.  Pendidik
3.  Anak didik
4. Kurikulum Pendidikan Islam
5.  Metode Pendidikan Islam
6.  Lingkungan
Fungsi filsafat pendidikan islam sebagai peletak dasar bagi kerangka pendidikan yang akan berfungsi sebagai cara untuk mengaplikasikan ajaran agama Islam di bidang pendidikan, dengan tujuan yang identik dengan tujuan yang akan dicapai ajaran Islam itu sendiri. Sedangkan secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan Islam terdapat empat poin. Tujuan filsafat pendidikan pada hakekatnya identik dengan tujuan ajaran Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al Qur'an dan hadits.
Metode pengembangan filsafat pendidikan Islam paling tidak bersumber pada 4 hal, yakni:
1.  Bahan tertulis (tekstual) al-Qur’an, al-Hadits dan pendapat pendahulu yang baik “salafus saleh
2.  Metode pencarian bahan;
3.  Metode pembahasan (penyajian);
4. Pendekatan (approach);
Filsafat Pendidikan Islam selain yang telah disebutkan diatas juga dapat menggunakan metode-metode antara lain :
1.  Metode spekulatif dan kontemplatif.
2.  Pendekatan normatif.
3.  Analisa Konsep.
4.  Pendekatan Historis.
5.  Pendekatan Ilmiah.
Pada intinya Filsafat Pendidikan Islam berarti berfilsafat bagaimana pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu ialah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan rasul-Nya.
Demikian pembahasan yang dapat kami jelaskan mungkin masih banyak kesalahan dan kekurangan dari penulisan makalah ini, oleh karena itu kami juga butuh kritik dan saran agar menjadi motivasi untuk pengaplikasian di masa depan yang lebih baik dari sebelumnya.





DAFTAR PUSTAKA
Abd.Haris, Kivah Aha Putra. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Amzah.
Andri, Efferi. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Kudus: Nora Media Enterprise.
Al Rasyidin, Samsul Nizar. 2005.Filsafat Pendidikan, Ciputat: PT. Ciputat Press.
Basri, Hasan, Drs, M.Ag. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia: Bandung.
Dra. Zuhairini, 2008. Filsafat Pendidikan Islam.cetakan ke4,Jakarta: Bumi Aksara.
Lewy ,Arieh. 1983. International Institut for Educational, terjemah Winda Habiwono, Jakarta: Karya Aksara.
Muzakki, Ach. dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Edisi III.Kopertais IV Press,
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pers.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKis.
S.J,Drijarkara. 1962. Percikan Filsafat, Jakarta.
Supriyadi, Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia
Suyasubrata B. 1983. Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan, Cetakan I. Jakarta: Bina Aksara.
Tim Depag. 1984. Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, P3AI-PTU.
Zuhairini, dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Jaya Offset.
http://nurwahidabdulloh.wordpress.com/ diakses 27 September 2014, jam 12.30 WIB.
http://ridhoaulia11.wordpress.com/2013/09/17/filsafat-pendidikan-islam.html diakses 29 September 2014, jam 10.30 WIB.
http://tikaseptyani1993.blogspot.com , diakses 27 September 2014, jam 12.30 WIB.










[1] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008), hal.1
[2] Abd.Haris & Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2002), hal.1
[3] Drijarkara S.J., Percikan Filsafat, Jakarta, 1962, hal. 5
[4] Ibid; hal. 5
[5] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hal. 17
[6] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Hal.65
[7] Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan, (PT. Ciputat Press, Ciputat, 2005), Hal. 66-67.
[8] http://nurwahidabdulloh.wordpress.com/ diakses 27 September 2014
[9] Efferi Andri. Filsafat Pendidikan Islam. (Nora Media Enterprise. Kudus. 2011), Hal. 15
[10] http://ridhoaulia11.wordpress.com/2013/09/17/filsafat-pendidikan-islam.html diakses 29 September 2014, jam 10.30 WIB.
[11] http://tikaseptyani1993.blogspot.com, diakses 27 September 2014, jam 12.30 WIB.
[12] Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jaya Offset: Jakarta. 1992. Hal. 25

Related Posts: