BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Agama Islam
telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. Khususnya dalam hubungan
antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut dengan muamalah. Dalam
fikih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan manusia.
Hubungan antara manusia satu dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,
harus terdapat aturan yang mewajibkan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan
kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan
keduanya lazim disebut dengan proses berakad atau melakukan kontrak. Hubungan
ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah , karena itu merupakan
kebutuhan manusia sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai
agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam
akad untuk dapat diimplementasikaan dalam setiap masa. Salah satunya dalam hal
kepemilikan hak dan akad. Kepemilikan terhadap harta yang didalam Islam diatur
dan diarahkan untuk kemaslahatan. Hal ini terkait dengan konsep hal milik dalam
Islam yang memberikan batasan-batasan bagi pemilik harta baik dari cara
perolehnya maupun cara pembalanjaannya.
Karena
itulah dalam Islam perlindungan terhadap harta menjadi salah satu tujuan
disyariatkan dalam hukum Islam yang utama selain perlindungan terhadap agama
Islam, jiwa, akal dan kehormatan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hak dan Milik ?
2. Apa
sebab, macam, ihrazul mubahat dan khalafiyah, ihyaul mawat dan hikmah dalam
kepemilikan ?
3. Pengertian akad dalam Islam ?
4. Apa rukun, syarat, macam, hikmah akad dan berakhirnya akad ?
C.Tujuan Permasalahan
1. Supaya kita mengetahui Pengertian Hak dan Milik
2. Supaya
kita mengetahui sebab, macam, ihrazul mubahat dan khalafiyah, ihyaul mawat dan hikmah dalam kepemilikan
3. Supaya kita mengetahui Pengertian akad dalam Islam
4. Supaya kita mengetahui rukun,
syarat, macam, hikmah akad dan berakhirnya akad.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak dan Milik
Pengertian Hak
Menurut pengertian umum hak adalah "Suatu
ketentuan yang digunakan oleh syara' untuk mendapatkan suatu kekuasaan atau
suatu beban hukum."
Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul yaitu: "Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta."
Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul yaitu: "Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta."
Pengertian Milik
Milik dalam buku Pukok-pokok Fiqh Muamalah dan
Hukum Kebendaan dalam Islam, di definisikan: "Kekhususan terdapat pemilik
suatu barang menurut syara' untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada Penghalang Syar'i"
Pengertian dan dasar kepemilikan
Mikiyah
menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada dalam
kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang
yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan
dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
Adapun
menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu Untuk
dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.
Milik adalah
penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan
terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya
apabila tidak ada halangan syarak. Islam mengajarkan bahwa hak milik memiliki
fungsi sosial. Artinya terdapat kepentingan orang lain atau kepentingan umum
yang harus diperhatikan. Lebih dari itu bahwa milik pada hakikatnya hanyalah
merupakan titipan dari Allah sehingga perlakuan terhadap kepemilikan harus
mengindahkan aturan dari pemiliknya yang asli.
B.
Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta benda
atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status kepemilikannya, karena
dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban terhadap barang atau jasa,
misalnya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat
melalui sebab-sebab berikut:
a. Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang
boleh dimiliki) Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak orang lain
dan tidak ada larangan hukum agama untuk diambil sebagai milik. Misal: ikan
disungai, ikan dilaut, hewan buruan, burung-burung dialam bebas air hujan dan
lain-lainnya.
b. Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena melalui akad.
Misal: lewat jual beli, sewa-menyewa, pemberian dan lainnya.
c. Disebabkan khalafiyah, barang atau benda yang dimiliki karena berupa
warisan. Misal: mendapat bagian harta dari orang tua, mendapat barang dari ahli
waris dan lain-lainya
d. Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa diganggu siapapun. Misal: telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki, dan lainnya.
d. Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa diganggu siapapun. Misal: telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki, dan lainnya.
C.
Macam-Macam Kepemilikan
Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya:
a. Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap
benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau
barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk
menguasai harta itu.
Menurut Dr. Husain Abdullah
kepemilikan dapat dibedakan menjadi:
a. Hak milik pribadi (individu), Islam membolehkan hak individu terhadap harta benda dan membenarkan pemelikan semua yang diperoleh secara halal dimana seseorang mendapatkan sebanyak harta yang diperoleh. Menurut pengetahuan, kemahiran, dan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang bermoral dan tidak anti sosial. Hak milik individu merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat permanen. Melekat pada eksistensi manusia dan bukan merupakan fenomena sementara. Sedemikian Islam menghargai hak milik individu, sampai-sampai harta mas kawin dalam pernikahan yang gagal (dengan persyaratan tartentu) harus dikembalikan kepada yang punya.
a. Hak milik pribadi (individu), Islam membolehkan hak individu terhadap harta benda dan membenarkan pemelikan semua yang diperoleh secara halal dimana seseorang mendapatkan sebanyak harta yang diperoleh. Menurut pengetahuan, kemahiran, dan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang bermoral dan tidak anti sosial. Hak milik individu merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat permanen. Melekat pada eksistensi manusia dan bukan merupakan fenomena sementara. Sedemikian Islam menghargai hak milik individu, sampai-sampai harta mas kawin dalam pernikahan yang gagal (dengan persyaratan tartentu) harus dikembalikan kepada yang punya.
b. Hak milik umum, Konsep hak milik umum mula-mula
digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam masa sebelumnya. Semua harta dan
kekayaan milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas
berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Pembagian mengenai
harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara keseluruhan
berdasakan kepentingan umum.
c. Hak milik negara, Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan hak yang mengelola adalah pemerintah. Contohnya: gedung sekolah negeri, gedung pemerintahan, hutan dan lainnya.
c. Hak milik negara, Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan hak yang mengelola adalah pemerintah. Contohnya: gedung sekolah negeri, gedung pemerintahan, hutan dan lainnya.
D. Ihrazul
Mubahat dan Khalafiyah
Ihrazul mubahat adalah bolehnya seseorang memiliki
harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok). Syarat
Ihrazul mubahat adalah sebagai berikut:
a. Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memiliki.
b. Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk
dimilikinya.
Contoh: burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
Contoh: burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu
yang baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
Macam-macam halafiyah:
a. Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsin (seseorang terhadap seseorang) adalah
kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas
memiliki harta bukan mewarisi hutang pewaris.
b. Khalafiyah Syai’un Sya’in (sesuatu terhadap sesuatu) adalah kewajiban
seseorang untuk mengganti harta/barang milik orang lain yang dipinjam karena
rusak atau hilang sesuai harga barang tersebut.
E. Ihyaul
Mawat
Ihyaul Mawat adalah upaya untuk membuka lahan baru
atas tanah yang belum ada pemiliknya. Misalnya membuka hutan untuk lahan
pertanian, menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari
rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi tanah
produktif. Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh. Syarat membuka lahan
baru:
a. Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluan saja, apabila lebih
orang lain boleh mengambil sisanya.
b. Adanya kesanggupan dan alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata
sekedar untuk menguasai tanahnya saja.
Hikmah Ihyaul Mawat adalah sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
b. Munculnya kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini
terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
c. Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah Swt.
c. Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah Swt.
F. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam
Islam, antara lain sebagai berikut:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
G. Akad
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat,
menyambung, atau Menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan
perjanjian. Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan
menurut bahasa akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu
perbuatan. Contohnya: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar
hukum dilakukan akad adalah:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian
atau akad itu hukumnya wajib.
2. Rukun Akad
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah
ijab dan qabul, Sedangkan menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, unsur yang
membentuk akad dan menjadi rukun akad itu adalah sebagai berikut:
a. Para pihak yang membuat akad. Dua orang atau lebih yang melakukan akad.
b. Pernyataan kehendak para pihak akad (ijab qabul). Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
b. Pernyataan kehendak para pihak akad (ijab qabul). Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
c. Objek akad (ma’qud ‘alaih), benda-benda yang
diakad, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli.
3. Syarat Akad
Syarat dalam akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain: berakal, baligh, mumayis dan
orang yang dibenarkan secara hukum.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain: bersih, dapat dimanfaatkan,
milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan
yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
4. Macam-Macam Akad
Ada beberapa macam akad antara lain:
a. Akad lisan, akad terjadi apabila ijab dan qabul dinyatakan secara lisan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Akad isyarat, apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan qabul
dengan perkataan karena bisu, maka akad dapat menggunakan isyarat.
c. Akad tulisan, akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian
pada kertas bersegel atau akad melalui akta notaris.
d. Akad perantara utusan (wali), akad dilakukan melalui utusan atau wakil
kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberian mandat.
e. Akad ta’ati (saling memberikan), akad yang berjalan secara umum.
5. Hikmah Akad
Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.
6. Berakhirnya akad
Berakhirnya akad karena kematian, akad bisa fasakh
(batal) karena meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. diantara akad
yang berakhir karena meninggalnya salah satu dari dua pihak adalah sebagai
berikut :
a. Ijarah (sewa-menyewa), berakhir karena meninggalnya salah satu pihak
yang melakukan akad, meskipun akad ini termasuk akad yang lazim (mengikat) yang
dilakukan oleh dua pihak. alasan mereka adalah bahwa orang yang menyewa
memiliki manfaat sejat terjadinya akad dengan sedikit demi sedikit. maka
manfaat yang tersisa setelah meninggalnya salah satu pihak bukan miliknya lagi,
sehingga dengan demikian akad sudah berakhir dan tidak boleh dilanjutkan lagi.
b. Kafalah (jaminan), kafalah ada dua macam, yaitu kafalah (jaminan)
terhadap harta dan kafalah (jaminan) terhadap jiwa. dari kedua jenis kifalah
tersebut, kafalah bin nafs dapat batal karena mninggalnya ashil atau
meninggalnya penjamin (kafil).
c. syirkah dan wakalah termasuk akad ghair lazim yang
dilakukan oleh dua pihak. kedua akad tersebut berakhir dengan meninggalnya
salah satu pihak yang melakukan akad.
d. Muzara’ah dan musaqah, apabila pemilik lahan meninggal sebelum tanaman
matang untuk di panen maka tanaman tetap pada penggarapnya sampai setelah
dipanen.
Berakhirnya Akad karena tidak ada izin dalam akad mauquf, akad yang mauquf (ditangguhkan) dapat berakhir apabila orang yang berhak tidak memberikan persetujuannya.
Demikianlah pembahasan dari informasi ahli mengenai
definisi akad, syarat akad, macam-macam, akad dan berakhirnya akad, semoga
tulisan informasi ahli mengenai definisi akad, syarat akad, macam-macam,
akad dan berakhirnya akad dapat bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Mikiyah
menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada dalam
kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang
yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan
dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Adapun menurut
ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk
dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i. Milik adalah penguasaan
terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap
sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak
da halangan
syarak. Hikmah Kepemilikan:
a.
Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b.
Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c.
Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya
rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
Kata akad
berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan.
Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad menurut bahasa artinya
ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut bahasa akad adalah transaksi atau
kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang
menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Hikmah akad dengan disyariatkannya
akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya
pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya
rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c.
Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar
dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status
kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.
0 Response to "makalah fiqih muamalah"
Post a Comment